Kamis, 03 September 2009

Tabrakan Komet Tidak Mengakibatkan Kepunahan

1 komentar
Ilmuwan sedang memperdebatkan seberapa banyak kepunahan massal yang pernah terjadi di atas bumi yang diakibatkan oleh tabrakan benda langit ke permukaan planet.

Kebanyakan setuju bahwa tabrakan akibat asteroid 65 juta tahun lalu membawa datangnya akhir zaman dinosaurus. Namun di balik itu semua, masih ada ketidak-pastian seberapa banyak kepunahan massal lainnya yang terjadi karena tabrakan benda-benda asing ke permukaan Bumi.

Sebenarnya, para astronom tahu betul bahwa wilayah bagian dalam tata surya kita (termasuk Bumi) telah dilindungi oleh planet Jupiter dan Saturnus yang, berkat gaya gravitasinya yang besar, sehingga mampu melontarkan komet menjauh ke ruang antar bintang atau kadang-kadang menarik mereka sehingga menabrak permukaan kedua planet tersebut.

Hal ini dibuktikan pada 20 Juli lalu ketika timbul sebuah bekas "luka" yang besar di atas permukaan Jupiter, yang kemungkinan disebabkan oleh tabrakan meteor ke permukaannya.

Penelitian dari Universitas Washington (UW) menunjukkan adanya indikasi yang tinggi kalau komet bukanlah penyebab kepunahan massal di Bumi atau tidak bertanggung jawab terhadap satu atau lebih dari peristiwa kepunahan massal itu.

Penelitian itu juga menunjukkan bahwa banyak dari komet berperiode panjang yang memiliki lintasan yang bersilangan dengan Bumi berasal dari wilayah yang tak dapat diamati oleh para astronom. Sebuah komet berperiode panjang mempunyai rentang waktu antara 200 hingga 10 juta tahun untuk menyelesaikan satu orbit mengelilingi matahari.

"Semula kami mengira komet berperiode panjang yang kita lihat akan memberi kita gambaran bagaimana tampilan luar Awan Oort, tapi mereka malah memberi kita gambaran yang kurang jelas mengenai bagian dalam dari Awan Oort," tutur Nathan Kaib, seorang mahasiswa doktoral di UW, yang juga menulis sebuah jurnal edisi online untuk jurnal Science.

Awan Oort adalah sisa dari nebula yang membentuk tata surya kita 4.5 milliar tahun lalu. Awan ini terletak 93 juta mil dari matahari (1000 kali jarak dari Bumi ke matahari) dan membentang selebar 3 tahun cahaya (satu tahun cahaya sama dengan 9,460,730,472,580.8 km). Awan Oort berisi milliaran komet. Kebanyakan dari mereka berukuran terlalu kecil dan terlalu jauh untuk diamati.

Terdapat sekitar 3.200 komet berperiode panjang yang telah diketahui. Salah satu yang terkenal yaitu komet Hale-Bopp, yang dapat dengan mudah diamati pada 1996 dan 1997, sekaligus sebagai salah satu komet paling terang pada abad 20. Sebagai perbandingan, komet Halley yang muncul setiap 75 tahun sekali, merupakan komet berperiode pendek yang berasal dari wilayah yang berbeda dalam tata surya kita yang disebut Sabuk Kuiper.

Telah dipercaya bahwa hampir semua komet berperiode panjang, baik yang bergerak ke dalam Jupiter atau memiliki lintasan yang bersilangan dengan Bumi, berasal dari bagian luar Awan Oort. Orbit mereka berubah ketika mereka "tersenggol" oleh gravitasi dari bintang ketika mereka berada dekat dengan tata surya. Namun efek ini terjadi hanya pada bagian luar yang jauh dari Awan Oort.

Juga dipercaya bahwa sebuah komet yang berasal dari bagian dalam Awan Oort mampu mencapai orbit yang bersilangan dengan Bumi terjadi kejadian langka, komet melintas dekat dengan bintang, yang pada akhirnya akan menimbulkan hujan komet. Tapi ternyata, meski tanpa perlu melintas dekat dengan bintang pun sebuah komet masih mampu menembus dinding pertahanan yang diciptakan oleh gravitasi Jupiter dan Saturnus, yang pada akhirnya berpotensi untuk melintas kedalam orbit Bumi.

Dalam suatu penelitian terbaru, Kaib dan rekannya Thomas Quinn, seorang profesor astronomi UW, dengan menggunakan model komputer untuk mensimulasikan evolusi sebuah komet dalam tata surya selama 1.2 milliar tahun. Mereka menemukan meski diluar periode hujan komet, bagian dalam Awan Oort menjadi sumber utama untuk sebuah komet berperiode panjang yang pada akhirnya akan melintas kedalam orbit Bumi.

Dengan menganggap bahwa bagian dalam Awan Oort sebagai satu-satunya sumber komet berperiode panjang, mereka kemudian mampu memperkirakan jumlah komet di bagian dalam Awan Oort. Meski jumlahnya pastinya tidak diketahui, namun dengan memakai perkiraan tertinggi jumlah komet dalam Awan Oort, mereka menunjukkan bahwa tidak lebih dari 2 atau 3 komet mungkin telah menabrak Bumi selama apa yang disebut sebagai hujan komet terdahsyat selama 500 juta tahun terakhir.

"Selama 25 tahun terakhir, bagian dalam dari Awan Oort telah dianggap sebagai tempat yang misterius, yang tak dapat diamati, yang dapat dengan tiba-tiba memunculkan komet pembunuh yang sanggup menyapu habis semua bentuk kehidupan dimuka Bumi," tutur Quin. "Kami juga menunjukkan bahwa komet yang telah ditemukan dapat dipakai untuk memperkirakan jumlah tertinggi dari komet-komet yang ada didalam tempat penampungan (Awan Oort) itu."

Dengan adanya 3 tabrakan besar yang terjadi hampir secara bersamaan, mereka mengajukan ada kepunahan massal skala kecil yang terjadi 40 juta tahun lalu sebagai akibat dari hujan meteor. Kemungkinan sebagai hujan meteor terbanyak sejak rekaman fosil dimulai.

"Hal ini berarti meskipun hujan komet terkuat sekali pun hanya menimbulkan kepunahan massal skala kecil, jadi hujan komet tidak mesti selalu menimbulkan kepunahan massal," kata Kaib.

Ia menambahkan bahwa hasil penelitiannya didasarkan dengan mengasumsikan bahwa tata surya tidak berubah selama 500 juta tahun terakhir. Yang jelas, Bumi diuntungkan oleh kehadiran Jupiter dan Saturnus, yang bertindak sebagai penangkap raksasa, membelokkan atau menarik komet yang berpotensi menghantam Bumi kedalam permukaannya.

"Tapi, terkadang masih juga ada komet yang berhasil menembus dinding pertahanan Jupiter dan Saturnus. Tapi kebanyakan lainnya tidak," kata Kaib. (Sciencedaily/den)

Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

Melintasi 11 Tahun Cahaya Dengan "Generator Lorong Waktu"

0 komentar

lorong-waktuSuatu hari nanti perjalanan dari bumi ke planet Mars hanya membutuhkan waktu tiga jam, siangnya bisa kembali ke bumi untuk santap siang. Bahkan terbang menuju ke planet di luar dengan jarak 11 tahun cahaya juga bisa ditempuh hanya dalam waktu 80 hari. Kedengarannya sangat mustahil, jika demikian, bukankah ini lebih cepat dibanding cahaya?

Benar, sebuah makalah riset pada 2005 mengemukakan bahwa selama manusia dapat meneliti dan menciptakan “generator penembus lorong waktu”, maka akan dapat merealisasikan impian ini. Lagipula terbetik kabar bahwa militer Amerika sudah menaruh minat yang besar terhadap alat pendorong terbang yang belum pernah terjadi dalam sejarah astronomi ini.

Seperti diungkapkan majalah New Scientist edisi Januari 2006 lalu bahwa dasar teori “generator penembus lorong waktu” adalah “multi dimensi”. Sebuah teori struktural alam semesta yang penuh perdebatan dan yang pertama kali dikemukakan oleh almarhum fisikawan Jerman bernama Burkhard Heim pada 1950-an menyebutkan bahwa jika “generator penembus lorong waktu” menghasilkan sebuah medan magnet atau medan gravitasi yang cukup kuat, maka benda yang berada di ruangnya seperti pesawat antariksa akan “masuk” ke sebuah “multi dimensi” lain yang sepenuhnya berbeda.

Setelah Heim meninggal dunia pada 2001, dua ilmuwan Jerman lainnya yakni Prof. Hoche dan Prof. Hazhe, meneruskan penelitian mereka, dan mempublikasikan tesisnya untuk membuktikan bahwa “generator penembus lorong waktu” bisa direalisasikan, bahkan telah dirancang percobaan dan mengadakan uji teori. Pada 2005 lalu, tesis itu mendapat “penghargaan sebagai tesis terbaik” dari Badan Antariksa Nasional AS, sehingga segera menimbulkan perhatian serius dari Pemerintah AS, NASA dan angkatan udara Amerika, dan mulai mengadakan riset terhadapnya.

Prof. Hazhe adalah fisikawan dari Research University di Jerman, seorang mantan otoritas aeromekanika badan antariksa Eropa. Dia mengatakan, bahwa “generator penembus lorong waktu” dapat digunakan untuk mengadakan perjalanan antarplanet antara galaksi yang tidak sama. Menurut konsepnya, “generator penembus lorong waktu” dapat mempercepat perjalanan manusia ke angkasa secara signifikan. Dari bumi ke planet Mars hanya butuh waktu 3 jam, dari bumi ke planet lain yang berjarak 11 tahun cahaya hanya butuh 80 hari.

Bersamaan itu, para ilmuwan dari badan energi Amerika berencana menggunakan sebuah tiruan alat yang bernama “Mesin Z” untuk menghasilkan sebuah medan magnet raksasa, sekaligus dengan alat ini menjalankan “generator penembus lorong waktu” imajiner. Begitu dasar teori itu dapat dipertahankan, maka percobaan ini akan segera dimulai. Prof. Hazhe menuturkan, “Ini hanya langkah pertama. Jika semua pekerjaan teknis berjalan normal, maka kondisi yang paling ideal adalah kita bisa menciptakan contoh pesawat dalam waktu lima tahun, sekaligus melakukan percobaan terkait”.

Menurut keterangan para ilmuwan, dalam “multi dimensi” kecepatan cahaya akan berlipat ganda cepatnya dibanding kecepatan saat ini, sehingga, pesawat angkasa juga akan terbang dengan “kecepatan yang sukar dipercaya”. Saat penerbangan berakhir, dan setelah mematikan semua medan magnet dari “generator penembus lorong waktu”, maka pesawat angkasa akan terbang kembali ke tiga dimensi yang dihuni kita saat ini.

Namun, Prof. Hazhe juga memperingatkan, bahwa percobaan “generator penembus lorong waktu” saat ini masih berada dalam teori yang penuh perdebatan. Teori tersebut merupakan tantangan besar terhadap hukum fisika saat ini, dan hingga saat ini masih banyak ilmuwan yang mempertahankan pendapat yang berbeda atas hal ini. (erabaru.net)
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

Jutaan Planet Baru di Bimasakti

0 komentar
Berdasarkan buletin yang diumumkan NASA, disebutkan bahwa para ilmuwan dari balai penelitian ruang angkasa lembaga ilmu pengetahuan Rusia dan astrofisika dan Jerman menemukan jutaan planet baru di bimasakti. Temuan tersebut akan dipublikasikan dalam dua makalah di majalah astrofisika dan astronomi.

Sejak 400 tahun silam, sebuah sistem galaksi seperti cahaya putih yang ditemukan Galileo sebetulnya mengandung planet tunggal yang tak terhitung banyaknya. Sekarang, dengan memakai Rossi X-ray timing Explorer terhadap sistem galaksi para ilmuwan kembali menemukan temuan serupa di kawasan sinar- X.

Oleh para ilmuwan, asal sinar-X yang menyebar dan mirip cahaya tampak dalam sistem galaksi itu disebut latar sinar-X Bimasakti, dan selama ini merupakan sebuah misteri yang tak terpecahkan. Latar sinar-X yang ditemukan para ilmuwan ini tidak memencar seperti anggapan semula, melainkan ditentukan oleh jutaan sumber sinar-X tunggal yang semula tidak diketahui. Sumber-sumber sinar-X ini adalah planet mati yang dinamakan bintang kecil putih, lingkaran cahaya yang luar biasa di sekeliling planet tersebut.

Jika temuan ini terbukti, maka pemahaman kita terhadap sejarah sistem galaksi kita akan berdampak terhadap pembentukan planet, perbandingan letusan supernova hingga evolusi planet.

“Di malam hari, anda dapat melihat cahaya yang berpencar di angkasa dari atas pesawat,“ salah satu ilmuwan di lembaga penelitian Jerman menuturkan. “Jika disimpulkan secara sederhana cahaya yang dipancarkan dari angkasa itu tidak cukup. Hanya ketika anda menyaksikan dari dekat baru bisa melihat bahwa cahaya di angkasa kota itu terdiri dari satu persatu sumber cahaya. Cahaya dari rumah, cahaya lampu jalanan dan cahaya yang dipancarkan dari lampu mobil dll. Dari sini kita membedakan asal sinar-x tunggal dalam sistem galaksi kita. Temuan kami ini dapat membuat banyak ilmuwan terperangah.”

Foto latar infrared dipotret pada tahun 1990-an oleh Cosmic Background Explorer mission, NASA. Titik simpul berwarna putih adalah sumber sinar-X yang sangat kuat, kebanyakan berasal dari lubang hitam atau aktivitas bintang neutron. Namun, kebanyakan sinar-X dalam galaksi kita berasal dari jutaan sumber sinar-X yang relatif agak gelap dan tidak bisa diindikasikan. Pada gambar atas memanifestasikan lengkungan yang menyebar di segenap galaksi, garis putih yang sangat halus. Ini semua seperti bintang cebol putih yang belum pernah ditemukan dan memiliki cahaya yang dinamis.

Sinar–X adalah bentuk energi tinggi, lebih besar dibanding energi cahaya yang tampak, tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Latar sinar-X lebih luas dibanding latar cahaya tampak yang kita sebut sistem galaksi, karena itu ilmuwan semula menganggap latar sinar-x itu memencar, bukannya berasal dari sumber cahaya berbentuk titik. Di masa lalu secara umum ilmuwan menganggap bahwa sebagian besar latar sinar-x berasal dari benda panas antar planet.

Temuan baru ini didapat dari data pengamat selama 10 tahun ini berdasarkan Rossi X-ray Timing Explorer, data pengamat terdiri dari gambar sinar-X yang paling lengkap dalam sistem galaksi. Menurut penelitian tersebut sistem galaksi dipenuhi dengan planet sinar-X, sebagian besar tidak begitu terang, karena itu, ilmuwan meremehkan jumlah mereka selama ini.

Ilmuwan sama sekali tidak berhasil mengambil gambar sumber sinar-X tunggal. Yang mereka perhatikan adalah gambar sinar-X dan sumber radiasi infrared yang diperoleh Cosmic Backgroud Explorer NASA semuanya cocok. Hal ini berarti bahwa gambar serupa infrared dan sinar-X mencerminkan penyebaran masa galaksi, karena itu, latar sinar-X mengandung sejumlah besar benda-benda terpencil yang gelap dalam galaksi. (erabaru.net)
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

;
 

Copyright 2009 All Rights Reserved Magazine 4 column themes by One 4 All